MENYEMAI NILAI – NILAI PANCASILA
MENYEMAI NILAI – NILAI PANCASILA
*) Sukasmo
Dunia
pendidikan kita seolah memiliki dua sisi yang jika dipahami dengan baik
memiliki kontradiksi cukup tajam. Satu sisi setiap tahun Indonesia diharumkan
oleh putra-putri bangsa melalui olimpiade ilmu pasti seperti matematika dan
fisika. Hal tersebut tentunya sangat mampu membuat guru se-Indonesia tersenyum
bangga. Akan tetapi tidak jarang wajah kita sedikit mengerut jika mendengar
pemberitaan tawuran pelajar, penyalahgunaan narkoba, dan beberapa potret suram
sebagian anak didik kita. Dan sangat disayangkan biasanya ekspos hal-hal
positif dunia pendidikan kita hanya disebarkan dengan durasi yang tidak
sepanjang pemberitaan carut-marutnya kondisi kita.
Akan
tetapi hal tersebut sudah sepatutnya kita refleksikan bersama sebagai cermin
dunia pendidikan agar menatap ke arah yang lebih baik di masa kini dan masa
datang. Jika kita soroti hal yang paling mencolok dalam output dunia pendidikan kita adalah mulai lunturnya etika dan
nasionalisme putra-putri bangsa. Beranjak dari sanalah seharusnya kita sadari
ada bagian penting dari pendidikan kita yang terlupakan. Secara mudah mungkin
kita bisa mengelak dengan mengkambinghitamkan globalisasi sebagai sumber
“bencana moral” bangsa ini, namun hal tersebut tentunya tidak akan mampu
mengurai benang kusut moralitas bangsa. Globalisasi harus tetap berjalan karena
memang tidak akan mampu dibendung, namun diperlukan penyeimbang agar
globalisasi berjalan tanpa harus bertentangan dengan karakter luhur bangsa
kita.
Guru
menjadi pihak yang paling disorot tajam jika sampai terjadi degradasi moral
bangsa dan akan lebih sadis dan menyakitkan jika kita mendengar vonis bahwa
degradasi moral adalah kegagalan pendidikan. Untuk menangkal kemungkinan
terburuk tersebut, seluruh stake holder pendidikan harus bersatu untuk
membentuk sebuah sistem pendidikan yang kuat, modern, dinamis, dan tentunya
berkarakter Indonesia. Untuk mendapatkan karakter Indonesia pada anak didik
itulah diperlukan kembali penanaman jiwa Pancasila pada putra-putri bangsa
melalui jalur pendidikan.
Jika
kita flashback beberapa dekade yang
lalu kita mengenal adanya pelajaran Civic, Pendidikan Moral Pancasila, dan
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Akan tetapi sekarang seiring dengan
perkembangan situasi negara, akhirnya PPKN pun diubah menjadi Pendidikan
Kewarganegaraan. Sekilas tidak terlihat perbedaan yang prinsipil akan tetapi
perubahan PPKn menjadi PKn menghilangkan satu kalimat Pancasila. Dan ternyata
bukan sekedar kalimat Pancasila yang disirnakan akan tetapi kandungan materi
pelajaran tersebut pun lebih banyak menyoroti masalah kewarganegaraan dan
kurang mendalami isi butir-butir Pancasila. Kita bisa membuktikan dengan cara
melihat kemampuan anak SD era sekarang, mereka akan lancar menjelaskan
bagaimana syarat-syarat menjadi anggota legislatif atau tata cara memilih dalam
Pemilu daripada menjelaskan makna dari salah satu sila dari Pancasila. Hal
tersebut tentunya membuat miris kita sebagai tenaga pendidik yang khawatir
Pancasila akan luntur dari dada penerus bangsa ini.
Menyikapi
hal tersebut, diperlukan solusi cerdas dan aplikatif untuk tetap menanamkan
jiwa Pancasila kepada peserta didik tanpa harus menyalahkan pihak manapun dan
kondisi apapun. Beberapa tips sederhana untuk menanamkan jiwa dan nilai-nilai
Pancasila kepada anak didik yang dapat diterapkan di sekolah di antaranya :
1)Biasakan
siswa mengucapkan Pancasila setiap hari; Hal pertama ini sepintas terlihat
berlebihan, akan tetapi tidak ada salahnya kita coba agar tidak terjadi lagi
anak sekolah, mahasiswa, bahkan (maaf)
pejabat negara yang lupa melafalkan Pancasila. Minimal dengan cara ini siswa
mulai mengenal apa itu Pancasila dan diharapkan akan membekas dalam memori
mereka sampai mereka kelak menjadi penerima estafet pembangunan bangsa kita. 2)
Pasang butir-butir Pancasila di dalam kelas dengan kemasan yang menarik; Cara
kedua ini memerlukan kreativitas guru untuk mengemas butir-butir Pancasila
dalam bentuk tulisan maupun gambar yang menarik dan dipajang di dalam kelas
ataupun di tempat strategis lain di sekolah agar menarik perhatian siswa.
Misalnya guru membuat tulisan untuk kelas I SD dengan kalimat sederhana dan
mudah dicerna seperti “Anak Hebat Suka Bersahabat”. Kalimat sederhana tersebut
jika didalami memiliki keterkaitan dengan sila ketiga dari Pancasila. Atau
untuk tingkatan usia SMP bisa dimasukkan kata-kata yang lebih komunikatif
seperti “Arogansi No, Toleransi Yes”. Meskipun secara tata bahasa kurang
mengenakkan akan tetapi bahasa seperti itulah yang pada kenyataannya lebih
mengena kepada anak yang menginjak remaja. 3) Tanamkan
nilai-nilai luhur Pancasila sejak dini; Tips berikutnya adalah menanamkan nilai
luhur Pancasila sejak usia dini, minimal sejak anak memasuki jenjang SD. Cara
yang bisa dilakukan misalnya dengan cara membiasakan anak didik bersalaman
dengan teman-temannya setiap bertemu di sekolah atau membiasakan anak didik
untuk bermain dan bergaul tanpa memandang perbedaan suku ataupun agama. 4)
Adakan waktu ekstra untuk mempelajari nilai-nilai Pancasila; Hilangnya
pendidikan Pancasila secara eksplisit di sekolah dapat diatasi dengan
mengadakan kegiatan penanaman nilai Pancasila di luar jam pelajaran formal. Hal
ini dapat dilakukan dengan merancang kegiatan sesuai dengan tingkat psikologis
siswa dengan tujuan menanamkan satu per satu nilai-nilai luhur Pancasila.
Sebagai ilustrasi sederhana, apabila setiap 2 minggu sekali diadakan kegiatan
semacam ini, bayangkan berapa nilai Pancasila yang telah kita semaikan selama
satu tahun pelajaran. 5) Masukkan Pancasila pada pelajaran lain. Hal ini sudah
dilaksanakan dengan mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila ke dalam mata
pelajaran yang lain. Akan tetapi guru hendaknya lebih berani menambahkan muatan
Pancasila pada mata pelajaran yang relevan meskipun tidak tertulis dalam
program pembelajaran maupun buku sumber yang tersedia.
Dengan
kelima langkah sederhana dalam menyemaikan nilai Pancasila ke jiwa anak didik
kita, sangat mungkin kita bisa mewujudkan harapan para pendiri bangsa untuk
menjadikan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Falsafah Hidup bangsa Indonesia.
Tak perlu kita berpikir terlalu besar, lakukan penanaman karakter bangsa dari
hal dan lingkungan yang paling kecil sekalipun agar terjadi perubahan yang
besar di kemudian hari.
Comments
Post a Comment